//BLACK HOLE

Sebelumnya pernah gue bilang bahwa sistem perkuliahan itu sungguh berbeda dengan sekolah kan? Awal gue paham tentang itu ketika pertama kali kuliah, hari pertama, bersama seorang kawan gue dari kejuruan yang sama dulu, dan sekarang masuk jurusan yang sama pula, lu bisa sebut dia adalah sohib gue dari jaman sekolah dulu, bersama beberapa kawan lain (sebut geng), tapi mereka sudah memilih hidupnya masing-masing, sedangkan gue dan kawan gue ini memilih hidup jurusan yang sama. Lanjut, ketika itu, satu-satunya orang yang gue kenal cuma dia, jadi kami, dengan kepolosan kami, janjian di kampus hari senin jam 6.30 WIB. Ya. Kami masih putih. Kami kebingungan mencari kelas pertama untuk jurusan kami, apalagi kami berdua cukup pemalu untuk nanya. Setelah sampai jam 8, barulah hidayah itu datang, bahwa ternyata ketua program studi (kaprodi) kami sudah menginformasikan sebelumnya bahwa hari pertama masuk pukul jam 13.00 di ruang sekian untuk sosialisasi mahasiswa baru. Shit. Budaya membaca memang harus lebih sering digalakan. Masih ada sekitar 5 jam lagi, kami memutuskan untuk pulang.

Pukul 13.00

Setelah janjian di parkiran, kami jalan menuju ruangan yang diinfokan pada sms. Kami antara exited dan canggung. Exited karena ini adalah perjumpaan pertama kami dengan teman-teman yang kelak menjadi kawan seperjuangan dan langkah awal menuju mimpi. Canggung karena kami berlatar kejuruan masuk jurusan teknik yang basis fisika harus kuat. again, fyi, kejuruan kami adalah bidang teknologi, sedikit belajar tentang fisika kimia dan sejenisnya.  Bahkan menghitung gaya newton saja, gue enggak bisa!

Terbukalah pintu, seketika semua mata memandang kami, bukan karena kami keren, atau bagaimana, melainkan karena kami masuk bersamaan berdua melewati pintu yang sempit, alhasil kami saling gencetan di pintu. First impression yang tidak menipu. Gue memandangi lautan genangan kawan-kawan sejurusan. Iya, genangan. Karena ternyata mahasiswa baru tahun ini sedikit, sekitar 20. Kaget? santai, fakta berikutnya akan membuat kalian lebih kaget. Ketika itu, dosen belum datang, sehingga ruangan begitu riuh oleh suara bocah sma yang sedang bermimpi.

Satu kesamaan kami semua, dengan memegang mimpi masing-masing, kami mengharapkan pendidikan berkualitas. Tapi, come on boy, ini swasta, dan ini Indonesia, sulit mewujudkan itu saat ini, tapi gue yakin suatu saat nanti pasti berubah.  Ketika gue masih berjalan mencari bangku kosong, gue melihat dia, ya dia, seseorang yang menjadi sebab semua cerita ini, mewarnai kanvas putih hidup di masa kuliah gue.

Tak ada yang spesial dalam dirimu, semua biasa saja. Kehadiranmu pun, tidak signifikan. Cenderung gelap, sunyi. Namun, entah kenapa yang ku rasakan justru berbeda dengan apa yang kulihat. Kegelapanmu, menarik diriku untuk mengenal dirimu lebih jauh. Seperti black hole yang selalu menarik untuk dipelajari. Itulah dirimu. Hitam pekat, seakan menarik semua cahaya mataku, menyembunyikan sesuatu dibalik dirimu yang biasa saja itu.

 Gue melihatnya, sedang memainkan handphone. Sepertinya dia sendiri, tak punya teman. Dan gue bukanlah tipikal orang yang suka sok kenal. Gue adalah introvert yang enggak pernah memiliki hubungan khusus dengan lawan jenis dalam sejarah hidup gue.  So, gue biasa saja. Duduk sebelahan dengan kawan gue. Kami ngobrol seperti biasa, sambil sesekali berkenalan atau memperhatikan yang lain. Dosenpun masuk, menjelaskan kepada kami semua, mahasiswa baru di jurusan langka ini, tentang banyak hal:  Luasnya prospek kerja, peminatan yang tersedia, kerjasama jurusan dan kampus (berikut gue sebut program studi atau prodi) dengan instansi lain, program-program untuk peningkatan mutu mahasiswa, sistem perkuliahan, dan lain-lain. Bagi gue yang awam dalam dunia perkuliahan, yang sama sekali enggak paham dunia mahasiswa, pemaparan dosen itu sungguh membuat otak gue cukup berhalusinasi akan masa depan yang indah, masa depan yang tak lama lagi bisa gue genggam. Ya, kepolosan gue akan dunia yang baru saja gue pijaki ini kelak membawa gue kepada roller coaster jiwa, akal, pikiran, dan batin.

Setelah itu, karena enggak ada lagi kelas yang harus gue hadiri, maka gue memutuskan untuk pulang. Dan gue masih belum berkenalan dengan dia. Gue pasif, dia juga. Jadilah hari itu, gue hanya sekedar tahu rupanya saja. Gue hanya berpikir bahwa, “palingan ini cuma rasa seperti yang dulu aja”. Gue dari dulu hanya sekedar suka pada seseorang, tapi tak ada nyali, kesempatan, dan muka tampan. Dengan sadar hal itu, dari dulu gue hanya sekedar mencintai diam-diam, atau melupakannya. Gue pikir, kali inipun begitu. So, sensasi yang gue rasakan sebelumnya, taklah menjadi sesuatu yang gue pikirkan kala itu. Gue sibuk ber-orgasme otak membayangkan masa depan.

//END OF BLACK HOLE

 

Leave a comment